Senin, 18 Juni 2012

Kajian Drama


Judul Drama  : Aduh
Karya             : Putu Wijaya
Tugas              : Interpretasi Naskah dan pertunjukan “aduh”
Kelompok       : 3

a.      Sutradara : Maman Suryaman
Setelah saya menonton pementasan “aduh” karya Putu Wijaya, dan membandingkan dengan naskah aslinya, ada pemotongan adegan dan dialog yang dalam menginterpretasikan naskah drama teatrikal “aduh”.
Pementasan drama “aduh” yang di pertunjukan oleh SMK 1 Singaparna, saya selaku penonton merasa jenuh dan kurang terapresiasi. Dilog yang mereka lakukan kurang ekpresif sehingga terkesan kaku dan tidak menjiwai. Latar panggung terlau kaku dan sederhana sehingga visualisasi tempat kurang memberikan deskrifsi yang jelas setiap adegannnya. Dalam setiap adegan penataan musik mereka kurang, sehingga kesan setiap adegan terkesan monoton dan menjenuhkan.
Berdasarkan hasil diskusi maka, interpretasi yang akan kami lakukan pada drama teatrikal “aduh” karya Putu Wijaya, adalah dengan pementasan yang sedikit berbeda. Untuk menciptakan kesan yang menyenangkan dan menghibur, kami mengubah konsep drama teatrikal menjadi drama parodi. Perubahan juga kami lakukan pada naskah, penataan musik, piñataan artistik, dan juga aktris dan artisnya. Namun perubahan ini tetap mengacu pada alur dan judul drama “aduh” karya Putu Wijaya. Untuk lebih jelas berikut sinopsis dari pentasan drama parodi “aduh”:
“Dikisahkan ada tujuh orang pemuda bekumpul merencanakan pesta minuman keras pada malam tahun baruan. Ketujuh pemuda ini merupakan kelompok pemuda pengangguran yang punya hobi mabuk-mabukan. Tibalah saatnya pada malam yang sudah direncanakan, Didin yang menyangka  dirinya terambat datang merasa kaget karna di Pos Ronda belum ada siapa-siapa, namun tidak lama kemudian satu persatu teman-temannya datang dengan banyak gaya layaknya orang gaul masa kini. Setelah semuanya berkumpul lalu dimulailah pesta minuman keras para pengangguran pada malam tahun baruan itu. Disela-sela keasikan pesta, tiba-tiba Didin baru ingat bahwa temannya yang satu lagi, Pepen belum datang. Atas dasar setia kawan, Didin meminjam HP temannya Furqon untuk menghubungi Pepen dirumahnya. Karna dalam kondisi mabuk, Didin  saat panggilan pertama salah sambung ke kantor polisi, kemudian panggilan kedua salah sambung ke petugas pemadam kebakaran, panggian ketiga salah sambung ke rumah sakit. Baru setelah keempat kalinya Didin tersambung ke Pepen. Tidak lama setelah Didin menelepon, Pepen pun datang dengan tergesa-gesa menghampiri teman-temannya yang sedang asik berpesta, dan Pepen pun bergabung berpesta minuman keras dengan teman-teman penganggurannya. Ada sebuah kebiasaan dari Pepen, jika berpesta ia ingin takaran minumannya ditambah, namun karna persediaan minumannya terbatas, Pepen pun menambahkan obat nyamuk cair baigon untuk meningkatkan kadar alkohol dalam minumannya. Mungkin Pepen pada malam itu sedang apes, ia pun jatuh, tersungkur ke tanah. Teman-temannya yang kaget melihat kondisi Pepen kebingungan setengah mati. Lucunya mereka bukannya menolong Pepen, tapi malah berselisish mendebatkan kondisi kesehatan Pepen. Pepen yang tak kuat menahan sakitnya, berguling-guling untuk mengurangi rasa sakit. Dari mulutnya Pepen mengeluarkan busa putih, kemudian kejang-kejang dan akhirnya mati. Teman-temannya yang ramai berdebat tiba-tiba terdiam sejenak, dan serentak kaget melihat Pepen sudah mati. Karna takut disalahkan, mereka pada malam itu juga cepat-cepat mencari penguburan yang jauh dari perkampungan. Pada saat diperjalanan, sambil menyanyikan lagu dangdut, mereka mendapat gangguan dari makhluk halus, dan sebagian dari mereka lari meninggalkan sisa dua orang teman Pepen yang setia. Akhirnya dengan penuh perjuangan Pepen pun dikuburkan. Karna kedua temannya tidak tau cara berdoa, untuk mengirim doa mereka melagukan lagu dangdut sik-asik kesukaan Pepen. Tak lama kemudian teman-temannya yang kabur, semuanya datang lagi dan ikut bernyanyi untuk menghibur Pepen yang sudah dikubur.      

b.      Penata Musik: Ganjar Djuanda
Setelah mendengarkan drama “aduh” karya Putu Wijaya, khususnya dalam penataan musiknya, saya berpendapat bahwa musik dalam drama tersebut terlalu simpel, yakni hanya menggunakan alat musik pukul berupa dog-dog dan gendang saja. Selain itu saya masih banyak mendengarkan kekosongan pada setiap adegannnya. Pada saat pemain ribut, musik tidak terdengar, sehingga hanya suara ribut pemain saja yang tedengar oleh penonton. Disini saya berpendapat perlu adanya tambahan alat perkusi dan alat non tradisional. Hal ini di tujukan untuk bisa lebih mengapresiasi penonton. Sebagai contoh pada saat pemain menyatakan “awas ada anjing”, menurut saya harus ada ilustrasi suara anjing agar adegan lebih terasa suasananya.  
c.       Penata Artistik: Syarif
Setelah saya meihat pertunjukan drama “aduh karya Putu Wijaya khususnya bagian artistik atau dekorasi, saya rasa perlu adanya penataan lebih. Hal ini dikarnakan saya hanya melihat dekorasi simpel yaitu berupa bentangan kain hitam, tata lampu pencahayaan yang remang-remang, dan empat batang kayu yang terikat menyilang. Saya rasa peru adanya beckraound gambar yang sesuai dengan jalan cerita, dan tata lampu yang lebih agar suasana tidak terlalu monoton. Dari adegan kesatu sampai akhir cerita, diharapkan penonton bisa terbawa oleh suasana dan bisa lebih masuk kedalam jalan ceritanya.

d.      Akrtis: Yosep
Setelah meihat drama “aduh” karya Putu Wijaya, dari adegan pertama sampai akhir, disini saya meihat bahwa para pemain/ pemeran/ lakon pada drama tersebut terlalu rame, dalam arti pemain saat berdialog semua serempak berbicara. Sehingga maksud yang disampaikan tidak terlalu jelas artinya. Disini jika saya manjadi pemain, saya harus tahu kapan saya berbicara dan kapan lawan peran berbicara sehingga maksud/ isi dari cerita yang dibawakan bisa lebih tersampaikan dan bisa dimengerti penonton.

e.       Artis: Neng
Setelah saya meihat drama “aduh” karya Putu Wijaya, disana saya melihat tokoh hantu tidak nampak dan kurang memberikan kesan yang menyeramkan. Saya sebagai artis akan berperan sebagai hantu wanita yang sangat menyeramkan namun terkesan lucu juga. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan naskah hasil interpretasi “aduh” dari keompok kami.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar