Senin, 18 Juni 2012

Tugas Kajian Prosa Fiksi

ANALISIS CERPEN “CINCIN KAWIN”

Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah kajian prosa fiksi Indonesia
 yang diampu oleh Ibu Isna Sulatri, Dra..



 
Disusun oleh

Desi Rahayu              (4103 2121101129)
Maman Suryaman    (41032121101053)
Silmia Arofah            (4103 2121101096)

 









PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN  SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG 2012





BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Perkembangan dunia sastra dari sejak awal kemunculan sampai saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Setiap karya sastra memiliki ciri dan latar belakang yang berbeda setiap periodenya. Cerpen salah satunya karya sastra yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Cerpen merupakan bentuk karya sastra imajinatif yang tergolong kedalam prosa-fiksi.  
Sebagai salah satu bentuk karya sastra, cerita pendek (cerpen) ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang pembaca cerpen, maka sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, si pembacanya itu ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si pembacanya itu akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah , dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya.
Melihat gambaran kenyataannya seperti itu, maka jelaslah bahwa sastra (cerpen) telah berperan sebagai pemekat, sebagai karikatur dari kenyataan, dan sebagai pengalaman kehidupan, seperti yang diungkapakan Saini K.M. (1989:49).
Tidak hanya itu, kiranya cerpen dengan segala permasalahannya yang universal itu ternyata menarik juga untuk dikaji. Bahkan tidak pernah berhenti orang yang akan mengkajinya. Seperti halnya kami mencoba mengkaji cerpen sebagai bahan kajian prosa-fiksi di kelas. Cerpen yang kami kaji itu adalah sebuah cerpen yang berjudul Cincin Kawin karya . Kajian ini di harapkan dapat memberikan solusi dalam upaya memahami dan menambah referensi bahan sebagai persiapan menjadi guru yang profesional.

B.     Rumusan Masalah
Dalam pembahasan makalah ini kami akan memfokuskan pada beberapa masalah di bawah ini:
1.      Bagaimana ruang lingkup sastra?
2.      Bagaimana analisis struktural cerpen “Cincin Kawin Karya Danarto”?
     
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Sebagai tugas mata kuliah Kajian Prosa-Fiksi di Universitas Islam Nusantara (UNINUS) Bandung, semester 4 tahun ajaran 2011/2012.
b.      Memaparkan analisis struktural cerpen “Cincicn Kawin” sebagai proses pembelajaran dalam mata kuiah kajian prosa-fiksi.

D.    Kerangka Teori
1.      Teori Struktural Karya Sastra         
            Menurut Hawkes, sebuah karya sastra pada dasarnya adalah sebuah struktur yang unsur-unsurnya terkait secara padu. 29 Oleh karena hal itulah, analisis yang dilakukan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam suatu karya sastra tidaklah mungkin akan dapat meninggalkan keseluruhan dari karya itu sendiri. Peletakan analisis unsur-unsur harus berada dalam konteks karya sastra sebagai keutuhan yang padu dan tidak terbelah-belah.
Menurut kaum strukturalisme, sebuah karya sastra adalah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. 30 Menurut Abrams dalam Nurgiantoro, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. 31
Dalam telaah sebuah prosa, analisis struktur adalah sesuatu yang utama dan sangat perlu dianalisis terlebih dahulu karena sifat kompleks yang dimilikinya, sebagaimana dikatakan oleh Knok C. Hill dalam Pradopo, bahwa sebuah karya sastra pada dasarnya adalah sebuah struktur yang kompleks. 32 Menurut Dresden dalam A. Teeuw, analisis struktur karya sastra yang ingin diteliti dari segi mana pun juga merupakan tugas prioritas bagi setiap peneliti sastra, yang merupakan pekerjaan pendahuluan, karena sebuah karya sastra merupakan “dunia dalam kata”. 33 Maksud dari sebutan tersebut adalah sebuah karya sastra mempunyai kebulatan makna intrinsik, yang hanya bisa kita gali dari karya itu sendiri. 34
Sebuah struktur dapat dilihat dari bermacam-macam segi penglihatan. Sesuatu dikatakan mempunyai struktur bila ia terdiri dari bagian-bagian yang secara fungsional berhubungan satu sama lain. Struktur sebuah narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuknya, seperti perbuatan, karakter, latar, dan sudut pandangan. Dan dapat juga dianalisa berdasarkan alur narasi. Menurut Wellek    dan    Warren,    unsur-unsur tersebut  perlu   dipelajari  jika  ingin membandingkan sebuah roman dengan kehidupan, atau jika ingin menilai secara etika atau sosial- karya seseorang. 35
Menurut Aristoteles dalam A. Teeuw, keteraturan atau susunan plot yang masuk akal, ruang lingkup yang cukup luas, kesatuan dan keterikatan plot disebut sebagai syarat utama yang mutlak bagi struktur sebuah karya sastra, agar dapat dikatakan berhasil dan bernilai. 36

2.      Unsur-unsur Intrinsik Karya Sastra
Karya sastra disusun oleh dua unsur penyusun yang membangunnya, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang menyusun suatu karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, dan lain sebagainya, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. 37
Unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam sebuah karya sastra juga dapat disebut sebagai struktur dalam dan struktur luar. Kedua struktur ini merupakan unsur atau bagian yang secara fungsional berhubungan antara satu dengan lainnya. Jika kedua unsur ini tidak saling berhubungan, maka keduanya tidak dapat dinamakan sebuah struktur. 38
Struktur luar dan struktur dalam ini merupakan unsur atau bagian yang secara fungsional berhubungan satu sama lainnya. Bila kedua unsur itu satu sama lain tidak berhubungan maka ia tidak dapat dinamakan struktur, dan tentu saja struktur itu sendiri harus dilihat dari satu titik pandangan tertentu. 39

29   Pradopo, Op. Cit., hal.120
30   Nurgiantoro, Burhan, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995), hal. 36.
31   Ibid..
32   Pradopo, Op. Cit..
33   Teeuw, A, Membaca dan Menilai Sastra, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1991), hal. 61.
34   Ibid..
35   Wellek, Op. Cit., hal. 319.
36   Teeuw, A, Sastera dan Ilmu Sastera, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2003), hal. 100-101.
37   Budianta, Op. Cit., hal.3.
38   Semi, Op. Cit., 35.
39   Ibid..

E.     Sumber Data
Sumber data yang menjadi objek analisis dalam penelitian ini adalah cerpen Cincin Kawin karya Danarto. Cerpen ini diterbitkan di buku kumpulan cerpen pada Tahun 2009.

F.     Metode Analisis
1.      Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode struktural. Prinsip dasar dari pendekatan struktural, menurut Teeuw (1984:135-136) adalah (a) pendekat-an struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat mungkin keterkaitan unsur-unsur karya sastra yang membentuk makna menyeluruh (univer-sal), (b) pendekatan struktural tidak menjumlahkan unsur-unsur, (c) pendekatan struktural berusaha menyematikkan termasuk menyemantikkan gejala bunyi dalam karya puisi, dan (d) pendekatan struktural menganggap bahwa keseluruhan makna karya sastra berada dalam keterpaduan struktur total.
Rene Wellek dan Warren menyatakan bahwa pendekatan struktural dalam menganalisis karya sastra harus mementingkan segi intrinsik dan anti ekstrinsik (Wellek dan Warren, 1974:24). Artinya di dalam pendekatan struktural, karya sastra dipkitang otonom yang maknanya tidak ditentukan oleh hal yang berada di luar karya sastra. Aristoteles dalam Teeuw (1984:66) menyebutkan empat sifat struktur, yakni: (a) order (urutan teratur), (b) amlplitude (keluasan yang memadai),  (c) complexity (masalah yang kompleks), dan (d) unity (kesatuan yang bulat). Cara meng-aktualisasikan prinsip tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (a) dengan cara berpola, dan (b) dengan cara tidak berpola. Pendekatan struktural ber-pola si Apresiator (pembaca) terlebih dahulu menen-tukan unsur apa yang akan diapresiasi atau dipahami. Sedangkan dengan cara tidak berpola, apresiator (pembaca) tidak menentukan terlebih dahulu unsur apa yang akan diapresiasinya, tetapi dimulai dari unsur yang diinginkan.
Kelemahan metode strukturalisme adalah keyakinannya yang terlalu berlebihan terhadap otonomi karya sastra. Akibatnya, terabaikanlah dua hal pokok yang penting dipertimbangkan dalam rangka mencari dan menemukan makna karya sastra, yakni kerangka sejarah dan kerangka sosial budaya yang mengitari karya sastra tersebut. Secara lebih rinci kelemahan itu adalah: (a) strukturalisme murni belum mengungkapkan teori sastra yang tepat dan lengkap, (b) menelaah karya sastra secara terpisah, padahal karya sastra harus diteliti dan dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah, (c) terlalu meyakini bahwa karya sastra mempunyai struktur yang objektif, dan (d) telaah strukturalisme yang hanya menekankan otonomi karya sastra akan menghilangkan fungsi referensialnya, sehingga karya sastra dimenaragadingkan dan kehilangan relevansi sosialnya.
Sedangkan keuntungan metode strukturalis-me yang memegang teguh kelengkapan, keterjalinan struktur dan otonomi karya sastra, serta metode telaah sastra yang disukai ini adalah sebagai berikut: (a) penelaah atau apresiator tidak perlu memiliki latar belakang budaya, sejarah, psikologi, sosiologi, filsafat dan sebagainya yang cukup luas untuk membaca karya sastra, (b) pembaca dapat menggali struktur karya sastra sedalam-dalamnya sampai pada keterjalinannya yang paling rumit sekalipun, dan (c) pembeca dapat menelaah karya sastra secara objektif karena hanya menelaah struktur karya sastra.

2.      Teknik
Berdasarkan pemaparan teori struktural diatas, dapat dirumuskan bahwa karakteristik pende-katan struktural dalam menelaah atau mengapresiasi karya sastra adalah sebagai berikut:
1)      Asumsi pendekatan struktural adalah bahwa karya sastra baik prosa fiksi maupun puisi atau karya drama dipkitang bersifat otonom
2)      Bentuk telaah sederhana karena yang ditelaah hanya struktur intrinsik semata;
3)      Unsur yang ditelaah hanya terbatas pada unsur intrinsik serta keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya;
4)      Proses telaah dari struktur bagian ke struktur keseluruhan;
5)      Teknik telaah analitik, yaitu memberi makna tiap bagian struktur intrinsik kemudian baru kepada makna totalitas;
6)      Dasar pertimbangan dalam penentuan makna semata-mata dari unsur intrinsik;
7)      Pangkal tolak telaah linear, dari bagian ke konsep totalitas secara otonom; dan
8)      Esensi sastra terlepas dari konteks kesemes-taan.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Ruang Lingkup Sastra
Secara etimologi istilah sastra berasal dari bahasa Sangsakerta yang artinya teks yang mengandung “ instruksi atau “ pedoman”, dari kata dasar sas  “instruksi atau ajaran”.  Dalam bahasa Indonesia kata ini bisa digunakan untuk merujuk pada “kesusastraan” atau sebuah tulisan yang memiliki arti keindahan tertentu. Berdasarkan istilah tersebut, maka definisi sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, semangat, keyakinan, dalam suatu bentuk gambaran kongkrit yang membangkitkan pesona dengan alat-alat bahasa. Seorang yang membaca sastra akan mendapatkan pengalaman dan pengetahuan yang bersumber dari gagasan, fikiran dan perasaan seorang pengarangnya.
Dalam perkembangan sastra akhir-akhir ini, karya sastra dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
a.       Sastra imajinatif
Sastra imajinatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)      isinya bersifat khayali,
2)      menggunakan bahasa yang konotatif,
3)      memenuhi syarat-syarat estetika seni.
Bentuk karya sastra imajinatif, yaitu:
1)      Puisi : epic, lirik, dan dramatik.
2)      Prosa : fiksi dan drama.
b.      Satra non-imajunatif
Sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)      isinya menekankan unsur faktual/faktanya,
2)      menggunakan bahasa yang cenderung denotative,
3)      memenuhi unsur-unsur estetika seni.
Bentuk karya sastra imajinatif, yaitu:

§  esai,
§  kritik,
§  biografi,
§  otografi,
§  sejarah,
§  memoar,
§  diary, dan
§  surat.
Dari jenis-jenis sastra di atas, salah satu bentuk karya sastra yang akan dikaji oleh penulis adalah genre  sastra, prosa-fiksi berbentuk cerpen.

B.     Prosa-Fiksi
1.      Pengertian
Pada dasarnya prosa fiksi merupakan cerita rekaan yang dihasilkan oleh pengarang melalui proses perpaduan pikiran dan perasaannya. Kekuatan pengarang untuk menghasilkan karya-karyanya dalam prosa fiksi adalah imajinasi. Dengan imajinasi pengarang mampu menuangkan ide-idenya secara bebas dalam sebuah tulisan yang menarik. Makna imajinasi disini bukan berarti prosa fiksi terlahir dari lamunan kosong semata, tetapi hasil dari perpaduan proses berfikir dan perasaan yang bersumber dari lingkungan kehidupan yang dialami, disaksikan, didengar, dan dibaca oleh pengarang.
Jika kita telaah lebih dalam tentang prosa, kata prosa diambil dari bahasa Inggris, prose. Kata ini sebenarnya menyaran pada pengertian yang lebih luas, tidak hanya mencakup pada tulisan yang digolongkan sebagai karya sastra, tapi juga karya non fiksi, seperti artikel, esai, dan sebagainya. Agar tidak terjadi kekeliruan, pengertian prosa pada kajian ini dibatasi pada prosa sebagai genre sastra. Dalam pengertian kesastraan, prosa sering diistilahkan dengan fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discourse). Prosa yang sejajar dengan istilah fiksi (arti rekaan) dapat diartikan : karya naratif yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, tidak sungguh-sungguh terjadi di dunia nyata. Tokoh, peristiwa dan latar dalam fiksi bersifat imajiner. Hal ini berbeda dengan karya nonfiksi. Dalam nonfiksi tokoh, peristiwa, dan latar bersifat faktual atau dapat dibuktikan di dunia nyata (secara empiris).
Kata fiksi berasal dari kata fiction yang berarti rekaan. Fiksi dapat dibedakan atas fiksi yang realitas dan fiksi yang aktualitas. Fiksi realitas mengatakan: “seandainya semua fakta, maka beginilah yang akan terjadi. Jadi, fiksi realitas adalah hal-hal yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi. Penulis fiksi membuat para tokoh imaginatif dalam karyanya itu menjadi hidup. Fiksi aktualitas mengatakan “karena semua fakta maka beginilah yang akan terjadi”. Jadi, aktualitas artinya hal-hal yang benar-benar terjadi. Contoh: roman sejarah, kisah perjalanan, biografi, dan otobiografi.
Berikut pengertian prosa fiksi menurut beberapa para ahli:
a.       Prosa Fiksi adalah kisahan atau ceritera yang diemban oleh palaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian ceritera tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu ceritera. (aminuddin, 2002:66).
b.      M. Saleh Saad dan Anton M. Muliono (dalam Tjahyono, 1988:106) mengemukakan pengertian prosa fiksi (fiksi, prosa narasi, narasi, ceritera berplot, atau ceritera rekaan disingkat cerkan) adalah bentuk ceritera atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya imajinasi.
c.       Sudjiman, (1984:17) yang menyebut fiksi ini dengan istilah ceritera rekaan, yaitu kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur  yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi, dalam ragam prosa.
Berdasarkan pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa prosa fiksi adalah cerita rekaan yang mempunyai tokoh, peristiwa, dan latar dalam fiksi bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu ceritera.

2.      Ciri-Ciri Prosa Fiksi
a.       Bersifat fiksi/rekaan
b.      Bahasan terurai / berupa narasi;
c.       Dalam ceritanya memiliki tokoh, peristiwa, latar, alur, dan pesan/ajaran;
d.      Dapat memperluas pengetahuan dan menambah pengetahuan, terutama pengalaman imajinatif;
e.       Prosa fiksi dapat menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian dalam kehidupan yang berfungsi menghibur, kejiwaan, dan menyampaikan nilai-nilai kebenaran;
f.       Maknanya dapat berarti ambigu;
g.      Prosa melukiskan realita imajinatif karena imajinatif selalu terikat pada reaitas, sedangkan reaitas tak mungkin lepas dari imajinatif;
h.      Bahasannya lebih condong ke bahasa figurative dengan menitiberatkan pada pengguna kata-kata konotatif;
i.        Prosa fiksi mengajak kita untuk berkontemplasi karena sastra menyodorkan interpretasi pribadi yang berhubungan dengan imajinasi.

3.      Jenis–Jenis Prosa – Fiksi
a.      Prosa Modern
Dalam sastra modern, ada beberapa jenis karya prosa fiksi, yaitu novel, novelet, dan cerita pendek (cerpen).
1)      Cerita Pendek (cerpen)
Secara sederhana cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita berbentuk prosa yang pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif. Menurut Edgar Allan Poe, sastrawan kenamaan Amerika, ukuran pendek di sini adalah selesai dibaca dalam sekali duduk, yakni kira-kira kurang dari satu jam. Adapun Jakob Sumardjo dan Saini K.M (1995:30) menilai ukuran pendek ini lebih didasarkan pada keterbatasan pengembangan unsur-unsurnya. Cerpen memiliki efek tunggal dan tidak kompleks. Cerpen, dilihat dari segi panjangnya, cukup bervariasi. Ada cerpen yang pendek (short short story), berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (middle short story), dan ada cerpen yang panjang (long short story) biasanya terdiri atas puluhan ribu kata. Dalam kesusastraan di Indonesia, cerpen yang diistilahkan dengan short short story, disebut dengan cerpen mini. Sudah ada antologi cerpen seperti ini, misalnya antologi : Ti Pulpen Nepi Ka Pajaratan Cinta. Contoh untuk cerpen-cerpen yang panjangnya sedang (middle short story) cukup banyak. Cerpen-cerpen yang dimuat di surat kabar adalah salah satu contohnya. Adapun cerpen yang long short story biasanya cerpen yang dimuat di majalah. Cerpen, ”Sri Sumariah” dan “Bawuk” karya Umar Khayam juga termasuk ke dalam cerpen yang panjang ini.
2)      Novelet
Di dalam khasanah prosa, ada cerita yang yang panjangnya lebih panjang dari cerpen, tetapi lebih pendek dari novel. Jadi, panjangnya antara novel dan cerpen. Jika dikuantitaatifkan, jumlah dan halamannya sekitar 60 s.d 100 halaman. Itulah yang disebut novelet. Dalam penggarapan unsur-unsurnya : tokoh, alur, latar, dan unsur-unsur yang lain, novelet lebih luas cakupannya dari pada cerpen. Namun, dimaksudkan untuk memberi efek tunggal.
3)      Novel
Kata novel berasal dari bahasa Italia, novella, yang berati barang baru yang kecil. Pada awalnya, dari segi panjangnya noovella memang sama dengan cerita pendek dan novelet. Novel kemudian berkembang di Inggris dan Amerika. Novel di wilayah ini awalnya berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi, seperti surat, biografi, dan sejarah. Namun seiring pergeseran masyarakat dan perkembangan waktu, novel tidak hanya didasarkan pada data-data nonfiksi, pengarang bisa mengubah novel sesuai dengan imajinasi yang dikehendakinya.
Yang membedakan novel dengan cerpen dan novelet adalah segi panjang dan keluasan cakupannya. Dalam novel, karena jauh lebih panjang, pengarang dapat menyajikan unsur-unsur pembangun novel itu: tokoh, plot, latar, tema, dll. secara lebih bebas, banyak, dan detil. Permasalahan yang diangkatnya pun lebih kompleks Dengan demikian novel dapat diartikan sebagai cerita berbentuk prosa yang menyajikan permasalahn-permasalahan secara kompleks, dengan penggarapan unsur-unsurnya secara lebih luas dan rinci.
4)      Roman
Kehadiran dan keberadaan roman sebenarnya lebih tua dari pada novel. Roman (romance) berasal dari jenis sastra epik dan romansa abad pertengahan. Jenis sastra ini banyak berkisah tentang hal-hal yang sifatnya romantik, penuh dengan angan-angan, biasanya bertema kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman dalam sastra Indonesia diacu pada cerita-cerita yang ditulis dalam bahasa roman (bahasa rakyat Prancis abad pertengahan) yang masuk ke Indonesia melalui kesusastraan Belanda. Di Indonesia apa yang diistilahkan dengan roman, ternyata tidak berbeda dengan novel, baik bentuk, maupun isinya. Oleh karena itu, sebaiknya istilah roman dan novel disamakan saja. Cerpen, novel/roman, dan novelet di atas berjenis-jenis lagi. Penjenisan itu dapat dilihat dari temanya, alirannya, maupun dari kategori usia pembaca. Terkait dengan penjenisan berdasarkan kategori usia pembaca, kita mengenal pengistilahan sastra anak, sastra remaja, dan sastra dewasa. Begitu pula dengan jenis prosa di atas, baik cerpen, novel, maupun novelet. Penjenisan itu disesuaikan dengan karakteristik usia pembacanya, baik dari segi isi, maupun penyajiannya. Sebagai contoh, sastra anak (cerpen anak, novel anak) dari segi isinya akan menyuguhkan persoalan-persoalan dan cara pandang sesuai dengan dunia anak-anak. Begitu pula dengan penyajiannya, yang menggunakan pola penyajian dan berbahasa sederhana yang dapat dipahami anak-anak. Sastra remaja pun demikian, persoalan dan penyajiannya adalah sesuai dengan dunia remaja, seperti percintaan, persahabatan, petualangan, dan lain-lain.
b.      Prosa Lama
Yang dimaksud dengan istilah prosa lama di sini adalah karya prosa yang hidup dan berkembang dalam masyarakat lama Indonesia, yakni masyarakat tradisional. di wilayah Nusantara. Jenis sastra ini pada awalnya muncul sebagai sastra lisan. Prosa lama sering pula diistilahkan dengan folklor (cerita rakyat), yakni cerita dalam kehidupan rakyat yang diwariskan dari generasi ke generasi secara lisan. Dalam istilah masyarakat umum, jenis prosa lama sering disebut dengan dongeng. Ada beberapa jenis prosa lama diantaranya, yaitu:
§  Dongeng, adalah cerita yang sepenuhmya merupakan hasil imajinasi atau khayalan pengarang di mana yang diceritakan seluruhnya belum pernah terjadi. Dongeng sendiri banyak ragamnya, yaitu sebagai berikut :
§  Fabel adalah cerita rekaan tentang binatang dan dilakukan atau para pelakunya binatna g yang diperlakukan seperti manusia. Contoh: Cerita Si Kancil yang Cerdik, Kera Menipu Harimau, dan lain-lain.
§  Legenda adalah dongeng tentang suatu kejadian alam, asal-usul suatu tempat, benda, atau kejadian di suatu tempat atau daerah. Contoh: Asal Mula Tangkuban Perahu, Malin Kundang, Asal Mula Candi Prambanan, dan lain-lain.
§  Mite adalah cerita yang mengandung dan berlatar belakang sejarah atau hal yang sudah dipercayai orang banyak bahwa cerita tersebut pernah terjadi dan mengandung hal-hal gaib dan kesaktian luar biasa. Contoh: Nyi Roro Kidul.
§  Cerita Penggeli Hati, sering pula diistilahkan dengan cerita noodlehead karena terdapat dalam hampir semua budaya rakyat. Cerita-cerita ini mengandung unsur komedi (kelucuan), omong kosong, kemustahilan, ketololan dan kedunguan, tapi biasanya mengandung unsur kritik terhadap perilaku manusia/mayarakat. Contohnya adalah Cerita Si Kabayan, Pak Belalang, Lebai Malang, dan lain-lain.
§  Cerita Perumpamaan adalah dongeng yang mengandung kiasan atau ibarat yang berisi nasihat dan bersifat mendidik. Sebagai contoh, orang pelit akan dinasihati dengan cerita seorang Haji Bakhil.
§  Sage, adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan keberanian, kepahlawanan, kesaktian dan keajaiban seseorang. Contoh : Calon Arang, Ciung Wanara, Airlangga, Panji, Smaradahana, dan lain-lain.
§  Parabel, adalah cerita rekaan yang menggambarkan sikap moral atau keagamaan dengan menggunakan ibarat atau perbandingan. Contoh : Kisah Para Nabi, Hikayat Bayan Budiman, Bhagawagita, dan lain-lain.
§  Hikayat adalah cerita, baik sejarah, maupun cerita roman fiktif, yang dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekedar untuk meramaikan pesta. Contoh; Hikayat Hang Tuah, Hikayat Seribu Satu Malam, Kabayan, si Pitung, Hikayat si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Raja Budiman, dan lain-lain.
§  Kisah adalah karya sastra lama yang berisi cerita tentang perjalanan atau pelayaran seseorang dari satu tempat ke tempat lain. Contoh: Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abullah ke Jeddah, dan lain-lain.
§  Tambo adalah salah satu bentuk prosa lama yang isi ceritanya diambil dari suatu peristiwa sejarah. Cerita yang diungkapkan dalam sejarah bisa dibuktikan dengan fakta. Selain berisikan peristiwa sejarah, juga berisikan silsilah raja-raja. Sejarah yang berisikan silsilah raja ini ditulis oleh para sastrawan masyarakat lama. Contoh : Sejarah Melayu karya datuk Bendahara Paduka Raja alias Tun Sri Lanang yang ditulis tahun 1612.
§  Cerita berbingkai, adalah cerita yang didalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh : Seribu Satu Malam.
Dari jenis-jenis cerita di atas, ada juga yang dikhususkan sebagai cerita anak. Yang termasuk cerita anak dari khasanah prosa lama antara lain: cerita binatang (contohnya Cerita Kancil dan Buaya, Burung Gagak dan Serigala, dan lain-lain), cerita noodlehead (contohnya: Cerita Pak Kodok, Pak Pandir, PakBelalang, Si Kabayan, dan lain-lain).

C.    Analisis Cerpen “Cincin Kawin”
1.      Sinopsis Cerpen “ Cincin Kawin”
Cerpen Cincin Kawin karya Danarto menceritakan kisah perjuangan seorang anak sulung mempertahankan keselamatan keluarganya dari bahaya kematian yang mengintainya. Ayahnya telah mati karna menjadi korban pembantaian orang tak dikenal bersarung pedang. Kemudian setelah kematian ayahnya, ibunya pula ikut menyusul pada kematian setelah koma terlau lama karna kaget menemukan cincin kawin suaminya ada pada perut ikan yang dimakannya. Dari sana mulailah sekaniro perjuangan seorang anak sulung mempertahankan keluarga kecil yang beranggotakan 3 orang. Karena daya pikat itu, peneliti mencoba mengkajinya dan agar kajian ini mudah dipahami agaknya perlu juga memaparkan sinopsis cerpen “Cincin Kawin” tesebut. Sinopsisnya itu seperti yang dipaparkan di bawah ini.
Ketika ibu mendapatkan cincin kawinnya berada di dalam perut ikan yang sedang dimakannya, seketika ibu terkulai di meja makan, pingsan. Lalu koma sekitar satu minggu, kemudian ibu meninggal dunia. Sejak saat itu sejarah hidup keluarga kami diputar ulang.
Hidup kami baik-baik saja sampai gempa yang berkekuatan dahsyat itu jatuh dari angkasa. Hari itu hari yang mendidih. Hari belum tinggi benar ketika ayah diseret ke tepi Sungai Brantas bersama puluhan orang laki-laki dan perempuan yang duduk dengan mata tertutup dan tangan terikat ke belakang. Saya menyaksikan satu per satu dari leher orang-orang yang duduk termangu-mangu setelah disambar kilatan putih menyemburkan cairan merah dengan deras ke udara. Lalu tubuh-tubuh yang masih duduk tak berkepala itu didorong terjungkal ke sungai.
Hari-hari yang sangat berat bermunculan. Hari-hari yang sangat berat yang harus kami panggul. Saya dikeluarkan dari pekerjaan saya sebagai pemasar barang-barang kebutuhan dapur karena dianggap tidak bersih lingkungan. Begitu juga kakak perempuan saya, Retno, guru SMP. Masih untung, adik saya, Ning, yang bekerja di sebuah usaha kerajinan rakyat, alhamdulillah, masih boleh bekerja. Mungkin karena Ning masih kecil. Sementara itu uang tabungan ibu semakin menipis. Waktu itu kabar merebak, ikan-ikan yang harganya masih murah sebagai lauk, mulai ditinggalkan karena di dalam tubuh ikan-ikan itu biasa ditemukan potongan jari, bola mata, usus, maupun barang-barang yang menempel di tubuh-tubuh mayat yang memenuhi Sungai Brantas.
Kami masih bertahan makan ikan karena harganya semakin murah, sampai ibu menemukan cincin kawinnya yang dipakai di jari ayah. Hari-hari semakin bertambah berat bagi kami bertiga yang semakin lemah menjalaninya, ketika kami merawat ibu yang koma satu minggu lamanya dengan makanan seadanya yang sangat tidak pantas dan menguburkannya pada hari ke delapan.
Hari-hari yang mengerikan itu sering mendorong nyawa kami sampai di tenggorokan. Nyawa yang digondeli raga sekuat-kuatnya. Supaya tidak terlepas. Supaya tetap betah menghuni di dalam tubuh kami dalam keadaan sengeri apa pun. Duh, raga, gondelilah nyawa. Rasanya tubuh kami tinggal kulit pembalut tulang. Kecantikan Retno yang mewarisi kecantikan ibu, lenyap. Retno tinggal kering kerontang, tanpa seyum, tanpa harapan. Begitu juga Ning yang tampak lebih cantik dari kakaknya, persis anak gelandangan yang memakan apa saja supaya perut tidak lapar.
Yang saya takutkan setelah meninggalnya ibu, Retno dan Ning tergoncang jiwanya sehingga menjadi tidak waras. Saya ikuti terus perkembangan jiwa keduanya. Saya cukup lega, keduanya cukup sehat, hanya saja kesehatan Retno dari hari ke hari terus memburuk.
 Setelah sakit beberapa lamanya, Retno muntah darah. Karena ketiadaan obat dan akanan yang baik, akhirnya Retno meninggal. Retno saya kuburkan di samping kuburan ibu. Setiap hari saya kunjungi kuburannya yang menyadarkan saya bahwa saya telah gagal menyelamatkan keluarga kecil ini. Apalagi Ning pergi meninggalkan saya entah ke mana.

2.      Analisis Struktural Cerpen “Cincin Kawin”
Cerpen “Cincin Kawin” menceritakan kisah kesedihan seorang anak laki-laki yang menjalani kehidupan tiap harinya penuh dengan tragedi yang menyakitkan dan selalu di hantui oleh ketakutan akan kematian. Ibunya yang ditinggal suaminya karna menjadi korban pembantaian, harus direlakan pergi meninggalkan mereka dalam kesedihan dan keterpurukan hidup. Walau demikian keluarga kecil ini terus bertahan, namun kenyataannya ujian hidup yang lain terus bermunculan, dan akhirnya kakak perempuan dan adik perempuannya juga harus direlakan meninggalkan anak laki-laki itu.
Analisis struktural Cerpen “Cincin Kawin” adalah sebagai berikut:
a.      Alur
Alur menurut Suminto A. Sayuti (2000:31) diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubungan-hubungan konsolitas itu memiliki struktur. Strukturnya itu terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir.
Bagian Awal
Struktur awal terdiri dari paparan, rangsangan, dan gawatan. Pada bagian awal cerita ini penulis memaparkan gambaran situasi dan kondis sebagai pijakan awal dimuainya cerita. Situasi yang di gambarkan merupakan sebuah rangsangan untuk pengenalan masalah dalam cerita ini. Kemudian setelah pengenalan masalah tersebut, dibuat konflik yang membuat jalan cerita ini menjadi menarik pembaca untuk ternggelam dalam rasa simpati dan empatik yang mendalam pada tokoh cerita ini.
Bagian Tengah
Struktur tengah terdapat klimaks. Pada bagian tengah ini permasalahan/ konflik yang terjadi mengaami puncak masalah. Klimaks, digambarkan ketika keluarga kecil ini terpuruk kehidupannnya, karna tidak ada biaya Retno meninggal  karna sakit dan Ning pergi meninggalkan rumah entah kemana.
Bagian Akhir
Struktur akhir terdiri dari laraian dan selesaian. Leraian digambarkan ketika berakhirnya konflik batin karna teror dan kematian anggota keluarganya. Selesaian digambarkan oleh pengarang dengan mendeskrifsikan penyesalan dirinya karna tidak bisa menjaga anggota keluarganya dari bahaya dan juga kepasrahan terhadap musibah yang dialami keuarganya.
Jika struktur alurnya seperti di atas maka alur cerpen ini dikelompokkan ke dalam alur regresif atau alur flash back (sorot balik). Dikatakan demikian karena benar-benar bertumpu pada kisah sebelumnya, yang oleh tokoh Aku kisah itu diceritakan. 
Sorot balik (Sudjiman, 1992: 33) digunakan di tengah cerita sebagai usaha menambah tegang. Adanya tegangan menyebabkan pembaca terpancing keingintahuaannya akan keanjutan cerita serta penyelesaian masalah yang dihadapi tokoh.

b.      Tokoh dan Penokohan
Individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita dinamakan tokoh (Sudjiman, 2006: 79).
Berkaitan dengan definisi tokoh, definisi penokohan (2006: 61) adalah penciptaan citra tokoh di dalam karya sastra. Penokohan merupakan gambaran tokoh yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang pebaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dala ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Penokohan dalam adalah hal-hal yang berkaitan dengan sifat batin seorang tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain secara intens.
Cerpen “Cincin Kawin” Danarto menampilkan tokoh-tokohnya sebagai berikut:
a)      Tokoh Saya
Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya kita bisa mendengar kisah tragis keluarganya yang salah satu angota keluarganya menjadi korban pembantaiaan masal. Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang bertanggung jawab, penyayang, tidak putus asa dan tegar dalam menjalani hidup walau masalah datang silih berganti menimpa keuarganya. Datanya seperti berikut.
“Kami masih bertahan makan ikan karena harganya semakin murah, sampai ibu menemukan cincin kawinnya yang dipakai di jari ayah. Hari-hari semakin bertambah berat bagi kami bertiga yang semakin lemah menjalaninya, ketika kami merawat ibu yang koma satu minggu lamanya dengan makanan seadanya yang sangat tidak pantas dan menguburkannya pada hari ke delapan”.
“Yang saya takutkan setelah meninggalnya ibu, Retno dan Ning tergoncang jiwanya sehingga menjadi tidak waras. Saya ikuti terus perkembangan jiwa keduanya. Saya cukup lega, keduanya cukup sehat, hanya saja kesehatan Retno dari hari ke hari terus memburuk".
b)     Retno
Tokoh ini  sebagai tokoh pembantu dalam pemunculan masalah yang klimaks. Tokoh ini digambarkan oleh penulis sebagai tokoh yang yang lemah fisiknya dan menjadi pelengkap keprihatinan bagi tokoh si Saya.
“Yang saya takutkan setelah meninggalnya ibu, Retno dan Ning tergoncang jiwanya sehingga menjadi tidak waras. Saya ikuti terus perkembangan jiwa keduanya. Saya cukup lega, keduanya cukup sehat, hanya saja kesehatan Retno dari hari ke hari terus memburuk”.
“Setelah sakit beberapa lamanya, Retno muntah darah. Karena ketiadaan obat dan makanan yang baik, akhirnya Retno meninggal”.


c)      Ning
Tokoh Ning tidak berbeda dengan Retno sebagai tokoh pelengkap. Tokoh ini digambarkan sebagai tokoh yang rapuh mentalnya. Datanya sebagai berikut:
Retno saya kuburkan di samping kuburan ibu. Setiap hari saya kunjungi kuburannya yang menyadarkan saya bahwa saya telah gagal menyelamatkan keluarga kecil ini. “Apalagi Ning pergi meninggalkan saya entah ke mana”.
d)     Ibu
Tokoh ibu merupakan tokoh yang dijadikan awal pengenalan konflik. Tokoh  ini digambarkan sebagai tokoh yang lemah fisi dan mentalnya.Hal ini bisa terlihat pada penggambaran sebagai berikut:
“Ketika ibu mendapatkan cincin kawinnya berada di dalam perut ikan yang sedang dimakannya, seketika ibu terkulai di meja makan, pingsan. Lalu koma sekitar satu minggu, kemudian ibu meninggal dunia. Sejak saat itu sejarah hidup keluarga kami diputar ulang”.
e)      Ayah
Tokoh ini nampaknya menjadi tokoh sentral. Penarikan masalah berpusat dari tokoh ayah yang meninggalkan keluarganya karna menjadi korban pembantaian. Tokoh ayah ini digambarkan sebagai tokoh pendidik yang perhatian kepada keluarganya, bertanggung jawab, serta rajin dalam beribadah, yang menjadi topangan utama kebahagiaan keluarga kecil ini. Hal ini bisa terlihat pada penggambaran sebagai berikut:
Ayah adalah kepala SMP. Semua kegiatan ayah berkisar antara rumah dan sekolah. Hampir tak pergi ke mana-mana. Jika sekolah piknik, ayah tak pernah ikut. Ia menugaskan guru yang lebih muda. Ayah cukup berbahagia mendampingi ibu yang sibuk dengan usaha kateringnya. Ayah tak tertarik politik. Beliau murni seorang pendidik. Setiap kali saya terbangun tengah malam atau dini hari, ayah dan ibu tampak sedang khusyuk beribadah yang membuat saya malu hati karena siapa tahu sedikit banyak sapuan ibadahnya juga untuk keselamatan hidup saya, seorang anak yang barangkali saja tidak memiliki dimensi spiritual, kurang bersyukur, tak menyadari dilahirkan oleh sepasang orang tua yang selalu menginjakkan kakinya di halaman surga, di mana tak semua orang mampu pergi ke sana.

c.       Latar
Segala keteranga, petunjuk, pengacuan yang terkait dengan waktu, ruang, dan susunan terjadinya peristiwa dalam karya sastra dikenal dengan sebutan latar (Sudjiman, 2006: 48). Pada analisis ini, penulis lebih memfokuskan pada latar dan waktu yang menurut penulis merupakan unsure yang penting dan mudah untuk dipahami.
“Kami juga sering turun dari kendaraan umum lalu beramai-ramai menambal aspal jalan yang mengelupas. Atau mendorong bus kami yang terjerembab banjir. Pemandangan indah, pemandangan suram, semua disajikan kepada kami”.
“Hari belum tinggi benar ketika ayah diseret ke tepi Sungai Brantas bersama puluhan orang laki-laki dan perempuan yang duduk dengan mata tertutup dan tangan terikat ke belakang. Mereka basah-kuyup menggigil kedinginan oleh hujan dan kepanasan oleh hantu yang mengintip dari balik kancing baju mereka. Persis gundukan tanah yang tumbuh berderet-deret menghiasi sungai, mereka gundukan-gundukan yang tak dikenal. Gundukan semak belukar yang setiap saat dibabat supaya kelihatan rapi”.
Kutipan cerpen ini menggambarkan situasi latar didalam cerita ini berada di daerah dekat sungai besar bernama “Sungai Brantas”. Gambaran ini bisa kita lihat dari situasi lingkungannya dalam cerita ini, dimana daerah ini sering terjadi banjir dan jalan-jalan banyak yang terkeupas karna air.
“Sampai malam malapetaka itu mengetuk pintu rumah kami dan membawa ayah pergi. Untuk sesaat, saya, ibu, Retno, dan Ning tertegun, sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi. Orang-orang yang menggelandang ayah begitu garang, juga tak bersedia memberi alas an”.
Dari kutipan cerita tersebut waktu yang ada dalam cerita ini terjadi pada malam hari. Waktu malam dalam dalam cerita merupakan sebuah pengkondisian situasi untuk bisa mendramatisir jalannya cerita yang penuh dengan tragedi kesedihan.  
d.      Tema
Gagasan, ide, ataupun pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap atau tidak dinamakan tema (Sudjiman, 2006: 78). Dalam sebuah penulisan, kaitannya dengan tema, pengarang dalam menuangkan idenya tidak hanya ingin sekedar bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu kepada pebacanya. Keberadaan suatu cerita yang ditampilkan pengarang dapat berupa suatu masaah kehidupan, pandangan hidupnya atau komentar tentang kehidupan ini.
Cerpen “Cincin Kawin” menceritakan tentang sorang anak yang tegar akan ujian hidup yang menimpa seuruh anggota keluarganya. Meninggalnya sosok ayah tercinta karna korban pembantaian, membuat ibu jatuh pinsan dan koma ketika menemukan “Cincin Kawinnya” ditemukan pada perut ikan yang dimakannya. Setelah lama koma akhirnya meninggal dunia. Kakak perempuan dan adiknya yang tak kuat menghadapi ini semua membuat Retno sebagai kakak perempuannya jatuh sakit, lalu meninggal dan Ning pergi dari rumah tanpa kabar. Tema yang diangkat dalam cerpen ini yaitu tentang ekonomi. Hal ini bisa tergambar dalam cerpen ini, sumber konflik karna permasalahan ekonomi. Karna ekonomi yang kurang mereka harus membei ikan-ikan murah pemakan bangkai. Karna ekonomi juga Ibu dan Retno tidak bisa berobat untuk kesembuhannya, dan akhirnya meninggal. Larna situasi ekonomi pula Ning meninggalkan rumah.

D.   Kesimpulan
Cerpen Cincin Kawin karya Danarto ini memang sebuah sastra (cerpen) yang menarik. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur intrinsik . Adapun hasil analisisnya sebagai berikut:
Unsur-unsur Intrinsik
a.       Tema
Tema cerpen ini adalah sosial dan ekonomi.
b.      Amanat
Amanat cerpen ini adalah :
1)      Kita harus peduli dan simpati untuk membantu ekonomi tetangga kita yang membutuhkan,
2)      Bersabarlah dalam menghadapi ujian hidup,
3)      Belajarlah menjadi seorang pemimpin yang pedui nasib para rakyatnya,
4)      Sayangilah keluarga kita.
5)      Jadilah contoh teladan bagi keluarga.

c.        Latar
Latar yang ada dalam cerpen ini adalah latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
d.      Alur
Alur cerpen ini adalah alur maju mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu . Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir.
e.        Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini ada lima orang, yaitu tokoh saya, Retno, Ning, Ibu, dan Ayah.
1)      Tokoh saya adalah orang yang bertanggung jawab, penyayang, tidak putus asa dan tegar dalam menjalani hidup walau masalah datang silih berganti menimpa keuarganya.
2)      Tokoh Retno yang lemah fisiknya dan menjadi pelengkap keprihatinan bagi tokoh si Saya
3)      Tokoh Ning adalah digambarkan sebagai tokoh yang rapuh mentalnya.
4)      Tokoh Ibu adalah tokoh lemah fisik dan mentalnya.
5)      Tokoh Ayah adalah tokoh yang digambarkan sebagai tokoh pendidik yang perhatian kepada keluarganya, bertanggung jawab, serta rajin dalam beribadah.
f.       Titik Pengisahan
Titik pengisahan cerpen ini yaitu pengarang berperan sebagai tokoh utama (akuan sertaan) sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita.
g.      Gaya
Di dalam cerpen ini pengarang banyak sekali menggunakan gaya bahasa yang puitis, dan majas perumpamaan dan hiperbola.
Berdasarkan uraian di atas, maka cerpen Cincin Kawin cocok di baca untuk tingkatan Mahasiswa. Dalam cerpen Cincin Kawin  penggunaan kata-kata dan bahasa banyak sekali menggunakan perumpamaan dan puitis, sehingga pembaca sulit memahami cerpen tersebut sekaligus, harus berulang-ulang untuk bisa memahaminya.



























DAFTAR PUSTAKA


Apresiasi Prosa Fiksi dan Pembelajarannya . (2010). Tersedia, (http://ebook
freetoday.com/view-pdf.php?bt=PANDUAN-APRESIASI-PROSA%E2% 80%93-FIKSI&lj=http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS ._DAN_SASTRA_INDONESIA/196606291991031-DENNY_ISKAND AR/Bahan_Ajar_Prosa-Fiksi_PLPG_SMP.pdf). [2012].
Asri, Yasnur. 2012. “Aplikasi Pendekatan Struktural dalam Memahami Karya
Prosa. (2012). [online]. Tersedia,( http://id.wikipedia.org/wiki/Prosa ) . [2012].
Kumpulan Cerpen Kompas. (2012). [online]. Tersedia,( http://cerpenkompas.wordpress.com/2012/02/26/laki-laki-pemanggul-goni/#more-1533 ) . [2012].
Teori Sastra. (2010). [online]. Tersedia, http;//pustaka.ut.ac.id/website/index.php?
option=com_content&view=article&id=58:pbin-4104-teori sastra&ltemid =75 &catid=30:fkip. [22 April 2012].

Wahyuni Handayani, Siti . 2009. “Bab 2 Kerangka Teori". Tersedia:

http://www.google.co.id/search?q=analisis+cerpen&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=com.ubuntu:en-US:unofficial&client=firefox-a#hl=id&gs_nf=1&pq=analisis%20cerpen&cp=46&gs_id=1qu&xhr=t&q=kerangka+teori+untuk+analisis+struktural+pada+cerpen&pf=p&client=firefox-a&rls=com.ubuntu:en-US%3Aunofficial&sclient=psy-ab&oq=kerangka+teori+untuk+analisis+struktural+pada+cerpen&aq=f&aqi=&aql=&gs_l=&pbx=1&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.r_qf.,cf.osb&fp=c2ad9e5dd68f83c8&biw=1366&bih=544. [2012]






3 komentar:

  1. Harrah's Resort Southern California - OAKlahoman.com
    Harrah's Resort Southern California · Location: Valley Center, California · In-room dining keith titanium and nightlife titanium max · Rooms: 3,034.00 burnt titanium · Number of rooms 2,034‎Harrah's titanium flask Resort Southern 슬롯

    BalasHapus