Rabu, 11 Juli 2012

Kajian Analisis Intrinsik Cerpen Dodolitdodolitdodolibret Karya Seno Gumira Ajidarma


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Sinopsis
Kiplik sungguh mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng.
“Mana ada orang bisa berjalan di atas air,” pikirnya. Namun, ia memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa secara benar. ”Bagaimana mungkin doanya sampai jika kata-katanya salah,” pikir Kiplik, ”karena jika kata-katanya salah, tentu maknanya berbeda, bahkan jangan-jangan bertentangan.
Kiplik memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang setelah mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas air. Namun, ia juga sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun masuk akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri.
Semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang ditemuinya, ia selalu menekankan pentingnya berdoa dengan benar. Kebahagiaan yang telah didapatkannya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan tak ternilai, dan karena itulah kemudian ia pun selalu ingin membaginya. Ternyata tidak sedikit orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Kiplik, akhirnya Kiplik pun dikenal sebagai Guru Kiplik.
Untuk menyampaikan  gagasan dan ilmunya  Guru Kiplik pun mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau.”Danau seluas lautan,”
Meskipun terpencil dan terasing, sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah itu di samping bekerja juga tidak putus-putusnya berdoa!
”Tetapi sayang,” pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.” Mereka seperti berdoa untuk memohon kutukan bagi diri mereka sendiri!
Maka dengan penuh pengabdian dan perasaan kasih sayang tiada terkira, Guru Kiplik pun mengajarkan kepada mereka cara berdoa yang benar.
Guru Kiplik hampir-hampir saja merasa putus asa. Namun, setelah melalui masa kesabaran yang luar biasa, akhirnya sembilan orang itu berhasil juga berdoa dengan cara yang benar.
Saat itulah Guru Kiplik merasa sudah tiba waktunya untuk pamit dan melanjutkan perjalanannya.
Pada saat waktu untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara yang benar. Baru saja selesai berdoa, salah satu dari awak perahunya berteriak.
”Guru! Lihat!”
Guru Kiplik pun menoleh ke arah yang ditunjuknya. Alangkah terkejutnya Guru Kiplik melihat sembilan orang penghuni pulau tampak datang berlari-lari di atas air!
Guru Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi bahkan berlari-lari di atas air?

B.     Tinjauan atas Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, alur, tokoh dan penokohan, dan gaya bahasa. Unsur yang terdapat dalam cerpen Dodolitdodolitdodolibret itu sebagai berikut:
1.      Tema
Pengarang yang sedang menulis cerita pasti akan menuangkan gagasannya. Tanpa gagasan pasti dia tidak bisa menulis cerita. Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan.
Tema atau pokok persoalan cerpen Dodolitdodolitdodolibret, sesungguhnya terletak pada persoalan Kiplik yang menganggap bahwa tidak ada orang yang bisa berjalan di atas air, walau pun Kiplik memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang setelah mampu membaca doa secara benar bisa berjalan di atas air. Berikut kutipannnya:
“Kiplik sungguh mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng. Mana ada orang bisa berjalan di atas air,” pikirnya.
“Adapun dongeng yang didengarnya menyampaikan pesan, betapa siapa pun orangnya yang berdoa dengan benar, akan mampu berjalan di atas air.
Kiplik memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang setelah mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas air.
“Namun, ia juga sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun masuk akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri.”
Dengan demikian, kesimpulan atas fakta-fakta di atas maka tema cerpen ini adalah seorang ahli agama yang memiliki gagasan bahwa doa bisa menjadi solusi pemecahan setiap permasalahan manusia dan mencapai kebahagiaan, dimana kebahagiaan menjadi tujuan semua manusia. Agar doa bisa memiliki pengaruh, maka kita harus membaca doa secara benar. Tema cerpen ini bersifat universal, maka tak heran kalau cerpen Dodolitdodolitdodolibret karya Seno Gumira Ajidarma diakui sebagai cerpen terbaik Kompas 2011.

2.      Amanat
Di dalam sebuah cerita, gagasan atau pokok persoalan dituangkan sedemikian rupa oleh pengarangnya sehingga gagasan itu mendasari seluuh cerita. Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada pembacanya.
Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Dodolitdodolitdodolibret karya Seno Gumira Ajidarma adalah: “Berdoalah dengan membacanya secara benar.” Hal ini terdapat pada paragraf pertama kalimat yang ketiga. Amanat pokok / utama ini kemudian diperjelas atau diuraikan dalam ceritanya. Akibatnya muncullah amanat-amanat lain yang mempertegas amanat utama itu. Amanat-amanat yang dimaksud itu di antaranya:
(a)    Amanat ini dimunculkan melalui ucapan Kiplik pada kalimat ke 3.
Namun, ia memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa secara benar”.
”Bagaimana mungkin doanya sampai jika kata-katanya salah,” pikir Kiplik, ”karena jika kata-katanya salah, tentu maknanya berbeda, bahkan jangan-jangan bertentangan. Bukankah buku Cara Berdoa yang Benar memang dijual di mana-mana?”

(b)   Berfikirlah logis dan kritis dalam memandang persoalan. Hal ini kita bisa lihat dalam perdebatan dalam fikiran Kiplik.
 “Adapun dongeng yang didengarnya menyampaikan pesan, betapa siapa pun orangnya yang berdoa dengan benar, akan mampu berjalan di atas air”.
“Kiplik memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang setelah mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas air”.
“Namun, ia juga sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun masuk akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri”.
”Dongeng itu hanyalah perlambang,” pikirnya, ”untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan didapatkan siapa pun yang berdoa dengan benar.”

(c)    Berdoalah dengan penuh keyakinan hati yang mendalam. Hal ini kita bisa lihat penjelasan Kipling tentang doa yang benar.
“Justru karena itu, semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang ditemuinya, ia selalu menekankan pentingnya berdoa dengan benar. Adapun yang dimaksudnya berdoa dengan benar bukanlah sekadar kata-katanya tidak keliru, gerakannya tepat, dan waktunya terukur, selain tentu saja perhatiannya terpusat, melainkan juga dengan kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan betapa sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar”.

(d)   Jika kita mendapatkan kebahagiaan, maka berbagilah kebahagian tersebut dengan sesama. Prilaku ini sebagaiman yang dicontohkan Kiplik.
“Kebahagiaan yang telah didapatkannya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan tak ternilai, dan karena itulah kemudian ia pun selalu ingin membaginya. Setiap kali ia berhasil membagikan kekayaan itu, kebahagiaannya bertambah, sehingga semakin seringlah Kiplik menemui banyak orang dan mengajarinya cara berdoa yang benar”.

(e)    Jika ingin mendapat ketenangan dan kemantapan jiwa untuk mencapai kebahagian, maka berdoalah dengan benar.
Ternyata tidak sedikit pula orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Kiplik, bahwa dengan berdoa secara benar, bukan hanya karena cara-caranya, tetapi juga karena tahap kejiwaan yang dapat dicapai dengan itu, siapa pun akan mendapatkan ketenangan dan kemantapan yang lebih memungkinkan untuk mencapai kebahagiaan”.

(f)    Walaupun kita kayak akan ilmu, belajarah untuk rendah hati dan tawadu. Hal ini dapat kita lihat ketika muridnya meminta izin untuk ikut mengembara memperdalam ilmu dan mengabdi kepada guru Kiplik.
”Izinkan kami mengikutimu Guru, izinkanlah kami mengabdi kepadamu, agar kami dapat semakin mendalami dan menghayati bagaimana caranya berdoa secara benar,” kata mereka.
Namun, Guru Kiplik selalu menolaknya.
”Tidak ada lagi yang bisa daku ajarkan, selain mencapai kebahagiaan,” katanya, ”dan apalah yang bisa lebih tinggi dan lebih dalam lagi selain dari mencapai kebahagiaan?”
“Guru Kiplik bukan semacam manusia yang menganggap dirinya seorang nabi, yang begitu yakin bisa membawa pengikutnya masuk surga. Ia hanya seperti seseorang yang ingin membagikan kekayaan batinnya, dan akan merasa bahagia jika orang lain menjadi berbahagia karenanya”.  

(g)   Bagi orang yang berilmu, maka bertebarlah dimuka bumi untuk menyebarkan kebaikan dan pencerahan pada umat. Hal ini juga yang diakukan oleh Kiplik.
“Demikianlah Guru Kiplik semakin percaya, bahwa berdoa dengan cara yang benar adalah jalan mencapai kebahagiaan. Dari satu tempat ke tempat lain Guru Kiplik pun mengembara untuk menyampaikan pendapatnya tersebut sambil mengajarkan cara berdoa yang benar. Dari kampung ke kampung, dari kota ke kota, dari lembah ke gunung, dari sungai ke laut, sampai ke negeri-negeri yang jauh, dan di setiap tempat setiap orang bersyukur betapa Guru Kiplik pernah lewat dan memperkenalkan cara berdoa yang benar”.

(h)   Kalau kita manjadi guru, maka didiklah murid kita penuh dengan pengabdian dan perasaan kasih sayang yang tulus. Hal ini dapat kita lihat cara Kiplik mengajar.
”Tetapi sayang,” pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.”
“Maka dengan penuh pengabdian dan perasaan kasih sayang tiada terkira, Guru Kiplik pun mengajarkan kepada mereka cara berdoa yang benar”.

(i)     Jika kita mendapat kesulitan, maka jangan berputus asa dan bersabarlah atas setiap usaha yang kita lakukan. Hal itu pula yang di alami oleh Kiplik.
“Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu”.
“Guru Kiplik hampir-hampir saja merasa putus asa. Namun, setelah melalui masa kesabaran yang luar biasa, akhirnya sembilan orang itu berhasil juga berdoa dengan cara yang benar”.
Dan akhirnya amanat (a) dan (c) menjadi kunci amanat yang diinginkan pengarang untuk pembacanya. Kedua amanat itu kemudian dirumuskan, seperti yang sudah dituliskan pada bagian awal tentang amanat di atas.

3.      Latar
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar sosial.
1)      Latar Tempat
Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan, kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya. Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kampung, kota, lembah, gunung, sungai, laut, pulau, danau, dan perahu layar:
“Demikianlah Guru Kiplik semakin percaya, bahwa berdoa dengan cara yang benar adalah jalan mencapai kebahagiaan. Dari satu tempat ke tempat lain Guru Kiplik pun mengembara untuk menyampaikan pendapatnya tersebut sambil mengajarkan cara berdoa yang benar. Dari kampung ke kampung, dari kota ke kota, dari lembah ke gunung, dari sungai ke laut, sampai ke negeri-negeri yang jauh, dan di setiap tempat setiap orang bersyukur betapa Guru Kiplik pernah lewat dan memperkenalkan cara berdoa yang benar”.
“Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah meninggalkan pulau itu sama sekali. Guru Kiplik membayangkan, orang-orang itu tentunya kemungkinan besar belum mengetahui cara berdoa yang benar, karena tentunya siapa yang mengajarkannya? Danau itu memang begitu luas, sangat luas, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih luas, seperti lautan saja layaknya, sehingga Guru Kiplik pun hanya bisa geleng-geleng kepala”.
”Danau seluas lautan,” pikirnya, ”apalagi yang masih bisa kukatakan?”
“Maka disewanya sebuah perahu layar bersama awaknya agar bisa mencapai pulau itu, yang konon terletak tepat di tengah danau, benar-benar tepat di tengah, sehingga jika pelayaran itu salah memperkirakan arah, pulau itu tidak akan bisa ditemukan, karena kedudukannya hanyalah bagaikan noktah di danau seluas lautan”.
“Pada saat waktu untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara yang benar”.

2)      Latar Waktu
Latar waktu dalam cerpen ini dapat kita lihat dalam beberapa paparan sebagai berikut:
“Justru karena itu, semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang ditemuinya, ia selalu menekankan pentingnya berdoa dengan benar. Adapun yang dimaksudnya berdoa dengan benar bukanlah sekadar kata-katanya tidak keliru, gerakannya tepat, dan waktunya terukur, selain tentu saja perhatiannya terpusat, melainkan juga dengan kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan betapa sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar”
“Setiap kali ia berhasil membagikan kekayaan itu, kebahagiaannya bertambah, sehingga semakin seringlah Kiplik menemui banyak orang dan mengajarinya cara berdoa yang benar”.
“Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau”.
“Sebenarnya cara berdoa yang diajarkan Guru Kiplik sederhana sekali, bahkan sebetulnya setiap kali mereka pun berhasil menirunya, tetapi ketika kemudian mereka berdoa tanpa tuntunan Guru Kiplik, selalu saja langsung salah lagi”.
“Saat itulah Guru Kiplik merasa sudah tiba waktunya untuk pamit dan melanjutkan perjalanannya.”
“Pada saat waktu untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara yang benar”.
“Baru saja selesai berdoa, salah satu dari awak perahunya berteriak”.

3)      Latar Sosial
Di dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Di dalam cerpen ini latar sosial digambarkan sebagai berikut :
“Demikianlah akhirnya Kiplik pun dikenal sebagai Guru Kiplik. Mereka yang telah mengalami bagaimana kebahagiaan itu dapat dicapai dengan berdoa secara benar, merasa sangat berterima kasih dan banyak di antaranya ingin mengikuti ke mana pun Kiplik pergi”.
”Syukurlah mereka terhindar dari kutukan yang tidak dengan sengaja mereka undang,” katanya kepada para awak perahu”.
Dari contoh ini tampak latar sosial berdasarkan kebiasaan para tokoh yang selalu mengucapkan rasa syukur jika mendapat kebaikan. 
Tiadalah usah diceritakan betapa lama dan susah payah perjalanan yang ditempuh Guru Kiplik. Namun, akhirnya ia pun sampai juga ke pulau tersebut. Ternyatalah bahwa pulau sebesar noktah itu subur makmur begitu rupa, sehingga penghuninya tiada perlu berlayar ke mana pun jua agar dapat hidup. Bahkan, para penghuninya itu juga tidak ingin pergi ke mana pun meski sekadar hanya untuk melihat dunia. Tidak terdapat satu perahu pun di pulau itu”.
“Namun, alangkah terharunya Guru Kiplik setelah diketahuinya bahwa meskipun terpencil dan terasing, sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah itu di samping bekerja juga tidak putus-putusnya berdoa!
”Tetapi sayang,” pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.”
“Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu”.
Dari beberapa kutipan cerpen di atas, latar sosialnya menggambarkan suatu kelompok masyarakat yang hidupnya terbuai oleh kemakmuran dan kesuburan alam, sehingga merasa berpuas diri dalam kenyamanan, dan tidak mengenal dunia luar. Hal yang menarik dari kelompok masyarakat ini, selain bekerja mereka sering mengadakan upacara doa, walaupun doa yang mereka lakukan dengan cara yang salah. Memang Sangat sulit sekali merubah kebiasaaan yang sudah menjadi budaya. Sudah beberapa kali mereka di ajarkan berdoa yang benar, namun tetap saja tidak berubah.
“Sebenarnya cara berdoa yang diajarkan Guru Kiplik sederhana sekali, bahkan sebetulnya setiap kali mereka pun berhasil menirunya, tetapi ketika kemudian mereka berdoa tanpa tuntunan Guru Kiplik, selalu saja langsung salah lagi”.
 “Pada saat waktu untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara yang benar”.
Dalam kutipan cerpen tersebut, latar social menggambarkan kebiasaan tokoh yang selalu memulai setiap pekerjaan dengan berdoa terebih dahulu. Selain itu, sebagai seorang guru tokoh Kiplik selalu memberikan pengajaran yang sangat mudah diserap oleh para muridnya.

4.      Alur (plot)
Alur menurut Suminto A. Sayuti (2000:31) diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubungan-hubungan konsolitas itu memiliki struktur. Strukturnya itu terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Didalam cerpen ini, struktur plot itu dapat diuraikan seperti berikut:
Bagian Awal
Struktur awal terdiri dari paparan, rangsangan, dan gawatan. Pada bagian awal cerita ini penulis memaparkan gambaran situasi dan kondis sebagai pijakan awal dimuainya cerita. Situasi yang di gambarkan merupakan sebuah rangsangan untuk pengenalan masalah dalam cerita ini. Kemudian setelah pengenalan masalah tersebut, dibuat konflik yang membuat jalan cerita ini menjadi menarik. Untuk lebih jelas, berikut pemaparannya:
Kiplik sungguh mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng.
“Mana ada orang bisa berjalan di atas air,” pikirnya.
Namun, ia memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa secara benar.
”Bagaimana mungkin doanya sampai jika kata-katanya salah,” pikir Kiplik, ”karena jika kata-katanya salah, tentu maknanya berbeda, bahkan jangan-jangan bertentangan”.
Adapun dongeng yang didengarnya menyampaikan pesan, betapa siapa pun orangnya yang berdoa dengan benar, akan mampu berjalan di atas air.
Kiplik memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang setelah mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas air.
Namun, ia juga sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun masuk akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri.
”Dongeng itu hanyalah perlambang,” pikirnya, ”untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan didapatkan siapa pun yang berdoa dengan benar.”
“Sementara itu, kadang-kadang Guru Kiplik terpikir juga akan gagasan itu, bahwa mereka yang berdoa dengan benar akan bisa berjalan di atas air”.
”Ah, itu hanya takhayul,” katanya kepada diri sendiri mengusir gagasan itu”
Berdasarkan kutipan cerpen di atas pada bagian awal ini penulis memaparkan kondisi tokoh yang mengalami kebimbangan keyakinan antara akal fikiran dan keyakinan hati terhadap dongeng orang yang bisa berjalan di atas air setelah membaca doa dengan benar. Dari paparan ini penulis memberikan rangsangan jalan cerita menuju konflik dalam cerpen ini.
Selain itu, pengenalan konflik juga terjadi saat Kiplik  harus bersusah payah menemukan sebuah Pulau terpencil di tengah Danau. Kelompok Masyarakat pulau tersebut hanya berjumah 9 orang. Pada awalnya Guru Kipik bahagia bahwa mereka rajin berdoa, tetapi doa yang mereka lakukan dengan cara yang salah. Untuk lebih jelas berikut kutipannya:    
Tiadalah usah diceritakan betapa lama dan susah payah perjalanan yang ditempuh Guru Kiplik. Namun, akhirnya ia pun sampai juga ke pulau tersebut. Ternyatalah bahwa pulau sebesar noktah itu subur makmur begitu rupa, sehingga penghuninya tiada perlu berlayar ke mana pun jua agar dapat hidup. Bahkan, para penghuninya itu juga tidak ingin pergi ke mana pun meski sekadar hanya untuk melihat dunia. Tidak terdapat satu perahu pun di pulau itu.
”Jangan-jangan mereka pun mengira, bahwa dunia hanyalah sebatas pulau sebesar noktah di tengah danau seluas lautan ini,” pikir Guru Kiplik.
“Namun, alangkah terharunya Guru Kiplik setelah diketahuinya bahwa meskipun terpencil dan terasing, sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah itu di samping bekerja juga tidak putus-putusnya berdoa!
”Tetapi sayang,” pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.”

Bagian Tengah
Struktur tengah terdapat klimaks. Pada bagian tengah ini permasalahan/ konflik yang terjadi mengaami puncak masalah. Klimaks, digambarkan ketika Guru Kiplik berusaha mengajarkan doa dengan cara yang benar kepada Sembilan orang penghuni pulau terpencil teresebut. Sudah beberapa kali Guru Kiplik mengajarkan ilmunya “membaca doa secara benar”, namun  betapa susahnya mengubah kebiasan salah mereka yang seolah-olah mereka berdoa untuk memohon kutukan. Guru Kiplik merasa heran, padahal tatacara berdoa yang diajarkan sangatlah sederhana dan mampu mereka ikuti, namun tetap saja mereka selalu salah jika diulang tanpa tuntunan. Akhirnya Guru Kipling pun merasa putus asa, dan menuduh setan sebagai penyebab kesesatan mereka. Untuk lebih jelas berikut kutipannya:
Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu.
Dengan segala kesalahan gerak maupun ucapan dalam cara berdoa yang salah tersebut, demikian pendapat Guru Kiplik, mereka justru seperti berdoa untuk memohon kutukan bagi diri mereka sendiri!
”Kasihan sekali jika mereka menjadi terkutuk karena cara berdoa yang salah,” pikir Guru Kiplik.
Sebenarnya cara berdoa yang diajarkan Guru Kiplik sederhana sekali, bahkan sebetulnya setiap kali mereka pun berhasil menirunya, tetapi ketika kemudian mereka berdoa tanpa tuntunan Guru Kiplik, selalu saja langsung salah lagi.
”Jangan-jangan setan sendirilah yang selalu menyesatkan mereka dengan cara berdoa yang salah itu,” pikir Guru Kiplik, lagi.
“Guru Kiplik hampir-hampir saja merasa putus asa”.


Bagian Akhir
Struktur akhir terdiri dari laraian dan selesaian. Bagian terakhir cerita ini ternyata menarik. Menarik karena adanya kejutan (surprise). Kejutan yang di alami tokoh utama menimbulkan penyelesaiaan atas konflik yang terjadi dalam cerpen ini. Penyelesaian diawali ketika Guru Kiplik akhirnya berhasil mengajarkan sembilan orang penghuni pulau membaca doa dengan cara yang benar. Guru Kiplik merasa bersyukur, akhirnya dia bisa menyelematkan mereka dari kutukan yang tidak sengaja mereka undang. Kemudian  memutuskan untuk pamit dan melanjutkan perjalanan, alangkah terkejutnya Guru Kiplik melihat Sembilan penghuni pulau tampak datang berlari-lari di atas air. Untuk lebih jelas berikut kutipannya:
“Guru Kiplik hampir-hampir saja merasa putus asa. Namun, setelah melalui masa kesabaran yang luar biasa, akhirnya sembilan orang itu berhasil juga berdoa dengan cara yang benar.
Saat itulah Guru Kiplik merasa sudah tiba waktunya untuk pamit dan melanjutkan perjalanannya. Di atas perahu layarnya Guru Kiplik merasa bersyukur telah berhasil mengajarkan cara berdoa yang benar.
”Syukurlah mereka terhindar dari kutukan yang tidak dengan sengaja mereka undang,” katanya kepada para awak perahu.
“Pada saat waktu untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara yang benar.
“Baru saja selesai berdoa, salah satu dari awak perahunya berteriak.
”Guru! Lihat!”
“Guru Kiplik pun menoleh ke arah yang ditunjuknya. Alangkah terkejutnya Guru Kiplik melihat sembilan orang penghuni pulau tampak datang berlari-lari di atas air!
“Guru Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi bahkan berlari-lari di atas air?
“Sembilan orang penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati perahu sambil berteriak-teriak.
Penyelesaian yang penuh kejutan ini agaknya menyisakan pertanyaan, cukup yakinkah Kiplik ada orang yang bisa berjalan di atas air karna membaca doa secara benar? Bukankah apa yang dilihat oleh Guru Kiplik itu peristiwa yang benar-benar dilihat langsung oleh mata kepala sendiri atau kah hanya kebetulan saja? Jika benar, maka pemikiran rasional selama ini apakah perlu dihilangkan?
Jika struktur alurnya seperti di atas maka alur cerpen ini dikelompokkan ke dalam alur maju. Dikatakan demikian karena cerita cerpen ini terus maju alurnya dari awal sampai akhir. 

5.      Tokoh dan Penokohan
Yang dimaksud dengan tokoh adalah lakon atau pemain yang ada dalam cerita. Keberadaan tokoh bisa berperan secara aktif ataupun pasif dalam sebuah cerita. penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya. Seno Gumira Ajidarma menampilkan tokoh-tokohnya sebagai berikut:
a.       Tokoh Aku
Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya kita bisa mendengar kisah si Kiplik yang mengembara untuk menyebarkan kebahagiaan. Tokoh ini walau pun tidak dimunculkan oleh pengarang, tetapi keberadaannya sangat terasa lewat pemaparan ceritanya yang seolah-olah tokoh aku ini bercerita tentang kisah orang lain.
b.      Tokoh Kiplik
Tokoh ini merupakan tokoh utama yang menjadi sentral semua jalan cerita. Hal ini dapat kita lihat dari pengisahan yang dibuat pengarang dengan jelas menceritakan tentang perjalanan Kiplik dalam mensyiarkan ilmu agama. Pengarang mendeskripsikan tokoh ini sebagai orang pemikir dan penggagas, kritis dan logis. Hal ini dapat lihat pada kutipan berikut:
1)      Pemikir dan Penggagas
“Kiplik sungguh mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng.
“Mana ada orang bisa berjalan di atas air,” pikirnya.
Namun, ia memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa secara benar.
2)      Kritis dan logis
”Bagaimana mungkin doanya sampai jika kata-katanya salah,” pikir Kiplik, ”karena jika kata-katanya salah, tentu maknanya berbeda, bahkan jangan-jangan bertentangan. Bukankah buku Cara Berdoa yang Benar memang dijual di mana-mana?”
Adapun dongeng yang didengarnya menyampaikan pesan, betapa siapa pun orangnya yang berdoa dengan benar, akan mampu berjalan di atas air.
Kiplik memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang setelah mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas air.
Namun, ia juga sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun masuk akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri.
”Dongeng itu hanyalah perlambang,” pikirnya, ”untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan didapatkan siapa pun yang berdoa dengan benar.”
Tokoh Kiplik juga dideskrisikan sebagai orang berilmu yang senang berbagi kebahagiaanya dengan orang lain, dan karna tanggung jawabnya terhadap ilmunnya sampai rela untuk mengembara. Karna ilmu yang di sampaikannya banyak bermanfaat, banyak orang yang mau mengabdi padanya sebagai murid. Berikut kutipannnya:
“Justru karena itu, semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang ditemuinya, ia selalu menekankan pentingnya berdoa dengan benar…”.
“Kebahagiaan yang telah didapatkannya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan tak ternilai, dan karena itulah kemudian ia pun selalu ingin membaginya. Setiap kali ia berhasil membagikan kekayaan itu, kebahagiaannya bertambah, sehingga semakin seringlah Kiplik menemui banyak orang dan mengajarinya cara berdoa yang benar”.
“Demikianlah akhirnya Kiplik pun dikenal sebagai Guru Kiplik. Mereka yang telah mengalami bagaimana kebahagiaan itu dapat dicapai dengan berdoa secara benar, merasa sangat berterima kasih dan banyak di antaranya ingin mengikuti ke mana pun Kiplik pergi”.
“…. Dari satu tempat ke tempat lain Guru Kiplik pun mengembara untuk menyampaikan pendapatnya tersebut sambil mengajarkan cara berdoa yang benar. Dari kampung ke kampung, dari kota ke kota, dari lembah ke gunung, dari sungai ke laut, sampai ke negeri-negeri yang jauh, dan di setiap tempat setiap orang bersyukur betapa Guru Kiplik pernah lewat dan memperkenalkan cara berdoa yang benar.
Kebesaran hati tokoh Kiplik yang dilukiskan oleh pengarang memberikan banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa pembaca teladani, diantaranya: rendahan hati, gigih dan sabar, empati dan sipati, loyal dan penyayang .berikut kutipannya:
1)      Rendah hati
”Izinkan kami mengikutimu Guru, izinkanlah kami mengabdi kepadamu, agar kami dapat semakin mendalami dan menghayati bagaimana caranya berdoa secara benar,” kata mereka.
Namun, Guru Kiplik selalu menolaknya.
”Tidak ada lagi yang bisa daku ajarkan, selain mencapai kebahagiaan,” katanya, ”dan apalah yang bisa lebih tinggi dan lebih dalam lagi selain dari mencapai kebahagiaan?”
Guru Kiplik bukan semacam manusia yang menganggap dirinya seorang nabi, yang begitu yakin bisa membawa pengikutnya masuk surga. Ia hanya seperti seseorang yang ingin membagikan kekayaan batinnya, dan akan merasa bahagia jika orang lain menjadi berbahagia karenanya.
2)      Gigih dan Sabar
“Tiadalah usah diceritakan betapa lama dan susah payah perjalanan yang ditempuh Guru Kiplik. Namun, akhirnya ia pun sampai juga ke pulau tersebut…”

“Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu”.
“Guru Kiplik hampir-hampir saja merasa putus asa. Namun, setelah melalui masa kesabaran yang luar biasa, akhirnya sembilan orang itu berhasil juga berdoa dengan cara yang benar”.
3)      Empati dan simpati
”Kasihan sekali jika mereka menjadi terkutuk karena cara berdoa yang salah,” pikir Guru Kiplik”.
“Kebahagiaan yang telah didapatkannya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan tak ternilai, dan karena itulah kemudian ia pun selalu ingin membaginya. Setiap kali ia berhasil membagikan kekayaan itu, kebahagiaannya bertambah, sehingga semakin seringlah Kiplik menemui banyak orang dan mengajarinya cara berdoa yang benar”.

c.       Tokoh sembilan orang penduduk pulau
Tokoh ini sangat istimewa. Kemunculan tokoh ini membuat klimaks permasalah dan sekaligus menjadi penyelesai konflik yang terjadi dalam cerpen ini. Karakter tokoh ini dideskripsikan sebagai kelompok orang yang puas dan terbuai oleh kesuburan dan kemakmuran alam. Tetapi keunikan mereka adalah rajin berdoa walaupun dengan pemikiran yang primitif. Keprimitifan mereka diperkuat oleh pengarang dengan pendeskripsian situasi tokoh yang hidup terpencil, terasing dari dunia luar dan dari cara-cara mereka yang salah dalam berdoa  yang sulit untuk dirubahnya. Berikut kutipannnya:
“….Ternyatalah bahwa pulau sebesar noktah itu subur makmur begitu rupa, sehingga penghuninya tiada perlu berlayar ke mana pun jua agar dapat hidup. Bahkan, para penghuninya itu juga tidak ingin pergi ke mana pun meski sekadar hanya untuk melihat dunia. Tidak terdapat satu perahu pun di pulau itu.
”Jangan-jangan mereka pun mengira, bahwa dunia hanyalah sebatas pulau sebesar noktah di tengah danau seluas lautan ini,” pikir Guru Kiplik.
“….., sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah itu di samping bekerja juga tidak putus-putusnya berdoa!
”Tetapi sayang,” pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.”
“Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu”.
Jika kita bandingkan fakta yang ada di dunia nyata, hal ini banyak terjadi. Bukan hanya di daerah-daerah terpencil di Indonesia seperti papua, namun di pinggiran kota bandung pun penulis masih banyak menemukan masyarakat yang sering melakukan ritual berdoa dengan cara yang salah.  

d.        Tokoh Setan
Tokoh ini dideskripsikan pengarang sebagai tokoh jahat yang suka menyesatkan umat manusia. Tokoh ini dianggap sebagai sumber masalah dari konflik yang terjadi. Berikut kutipannnya:
”Jangan-jangan setan sendirilah yang selalu menyesatkan mereka dengan cara berdoa yang salah itu,” pikir Guru Kiplik, lagi.

6.      Gaya Bahasa
Gaya merupakan sarana bercerita. Dengan demikian gaya biasa disebut sebagai cara pengungkapan seorang yang khas bagi seorang pengarang atau sebagai cara pemakaian bahasa spesifik oleh seorang pengarang. Jadi, gaya merupakan kemahiran seorang pengarang dalam memilih dan menggunakan kata, kelompok kata, atau kalimat dan ungkapan.
Di dalam cerpen ini ternyata pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bidang keagamaan, seperti doa, surga, Nabi, duniawi, batin, takhayul, setan, kutukan, dan syukur.
Selain itu, pengarang pun menggunakan pula majas. Majas digunakan dalam karya sastra bertujuan untuk menghidupkan karangan agar tidak muncul kebosanan, menghilangkan kesan monoton, dan memunculkan variasi bahasa. Makna majas diperoleh dengan cara mengalihkan denotasi kata dan menautkan pikiran dengan yang lain.
Majas atau gaya bahasa yang digunakan oleh sastrawan, meskipun tidak terlalu luas biasa namun unik. Karena selain dekat dengan watak dan jiwa sastrawan, juga membuat bahasa yang digunakan berbeda dalam makna dan kemesraannya. Jadi gaya bahasa lebih merupakan pembawaan pribadi. Dengan gaya bahasa tersebut, sastrawan hendak memberi bentuk terhadap apa yang ingin dipaparkannya.
Majas yang tampak pada cerpen ini yakni majas metafora. Majas metofara adalah majas yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau kesejajaran makna diantaranya (Sudjiman, 1993 : 29). Metafora juga dapat berupa analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dengan bentuk singkat. Berikut kutipan dalam cerpen yang menunjukkan majas metafora. Berikut kutipanny:
“….seperti lautan saja layaknya, sehingga guru kiplik pun hanya bisa geleng-geleng kepala”
“Danau seluas lautan”, pikirnya.
 “ ….dunia hanyalah sebatas pulau sebesar noktah di tengah danau seluas lautan”
Selain itu majas pengarang juga menggunakan majas penegasan tautologi dan retorik. Tautologi adalah majas penegasan dengan mengulang beberapa kali sebuah kata dalam sebuah kalimat dengan maksud menegaskan. Kadang pengulangan itu menggunakan kata bersinonim. Berikut kutipannya:
“…..telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan tiada lagi yang bisa lebih benar”,…
Sedangkan majas retorik adalah majas yang berupa kalimat tanya namun tak memerlukan jawaban. Tujuannya memberikan penegasan, sindiran, atau menggugah. Berikut kutipannya:
“…..sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi bahkan berlari-lari di atas air?”
“Bukankah buku Cara Berdoa yang Benar memang dijual di mana-mana?”
”Tidak ada lagi yang bisa daku ajarkan, selain mencapai kebahagiaan,” katanya, ”dan apalah yang bisa lebih tinggi dan lebih dalam lagi selain dari mencapai kebahagiaan?”
”Danau seluas lautan,” pikirnya, ”apalagi yang masih bisa kukatakan?”


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Berdasarkan analisis unsur intrinsik di atas, maka  faktor yang membuat cerpen tersebut diakui sebagai cerpen terbaik Kompas 2011 karna nilai-nilai keagamaannya sangat kental dalam cerita ini. Bagaimana tidak, dari cerpen ini memberikan pelajaran ataupun nasihat pada pembaca bahwa dengan kita mampu membaca do’a dengan benar, maka permasalahan kita akan terselesaikan. Doa merupakan senjata andalan bagi orang-orang yang beriman. Dengan do’a hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Do’a bisa mendatangkan keajaiban bagi kehidupan manusia.
Selain itu hal yang menarik dari cerpen ini adalah bahasa dan diksi yang dipilih menarik perhatian para penelaah bahasa. Antara judul dan isi cerita tidak saling menyambung. Namun justru hal ini yang membuat para pembaca penasaran akan judul yang dipakai. Dodolitdodolitdodolitpret memang unik didengarnya. Karna keunikan ini dan isi yang mengundang banyak tanya akan tokoh kiplik yang menyimpan rahasia pribadi pengarangnya mampu membuktikan menjadi cerpen terbaik persi kompas 2011.

B.     Kritik dan Saran
Dalam diksi cerpen ini sering kali ada kata-kata yang diulang terus menerus yang membuat pembaca menjadi bosan. Judul yang dipakai tidak mewakili apa yang ditulis dalam cerita cerpennya.
Jadi dengan demikian diksi yang dipakai diharapkan menggunakan kata-kata yang tepat untuk lebih menarik minat para pembacanya.





DAFTAR PUSTAKA


Apresiasi Prosa Fiksi dan Pembelajarannya . (2010). Tersedia, (http://ebook
freetoday.com/view-pdf.php?bt=PANDUAN-APRESIASI-PROSA%E2% 80%93-FIKSI&lj=http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS ._DAN_SASTRA_INDONESIA/196606291991031-DENNY_ISKAND AR/Bahan_Ajar_Prosa-Fiksi_PLPG_SMP.pdf). [2012].
Prosa. (2012). [online]. Tersedia,( http://id.wikipedia.org/wiki/Prosa ) . [2012].
Kumpulan Cerpen Kompas. (2012). [online]. Tersedia,( http://cerpenkompas.wordpress.com/2012/02/26/laki-laki-pemanggul-goni/#more-1533 ) . [2012].
Teori Sastra. (2010). [online]. Tersedia, http;//pustaka.ut.ac.id/website/index.php?
option=com_content&view=article&id=58:pbin-4104-teori sastra&ltemid =75 &catid=30:fkip. [22 April 2012].
Rejo, Uman. S.S. (2010). [online]. Tersedia: file:///D:/Bahan%20Kuliah%20
MA2N/Menulis/Menulis%204/stilistika_16.html.[2012].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar